Dalam eskalasi terbaru di perbatasan Thailand-Kamboja, terjadi serangan terkoordinasi yang menargetkan pos-pos militer dan depo amunisi Kamboja menggunakan teknologi drone copter dengan mortir kaliber 60mm. Taktik ini menandai perubahan signifikan dalam pola konflik di wilayah yang selama ini rawan ketegangan tersebut.
Serangan Drone Bermortir: Inovasi Taktis di Perbatasan
Menurut laporan dari sumber militer di wilayah perbatasan, pasukan yang diduga berasal dari kelompok bersenjata atau unit paramiliter Thailand melancarkan serangan pada malam hari dengan memanfaatkan drone jenis quadcopter yang telah dimodifikasi untuk membawa mortir ringan kaliber 60mm.
Dengan kemampuan manuver yang tinggi dan pengoperasian jarak jauh, drone ini berhasil melakukan serangan presisi terhadap titik-titik strategis militer Kamboja tanpa harus melibatkan serangan langsung oleh pasukan darat. Mortir kaliber 60mm yang dibawa drone tersebut cukup efektif untuk merusak instalasi amunisi dan peralatan tempur.
Dampak Serangan dan Kerugian
Serangan ini menyebabkan kerusakan signifikan pada depo amunisi militer Kamboja yang terletak tidak jauh dari garis perbatasan. Sumber internal menyebutkan sejumlah ledakan besar terjadi akibat rentetan mortir yang mengenai gudang amunisi, mengakibatkan kebakaran dan kerusakan alat berat.
Selain kerugian material, insiden ini memicu peningkatan kewaspadaan militer Kamboja dan memperketat penjagaan di sepanjang garis batas. Pasukan Kamboja dilaporkan segera melakukan patroli dan penempatan unit anti-drone sebagai langkah antisipasi.
Latar Belakang Konflik di Perbatasan
Wilayah perbatasan antara Thailand dan Kamboja dikenal memiliki sejarah konflik berkepanjangan yang berakar pada sengketa wilayah, aktivitas kelompok bersenjata, dan ketegangan politik. Serangan menggunakan drone copter ini dianggap sebagai eskalasi terbaru yang menunjukkan pemanfaatan teknologi modern dalam perselisihan yang sebelumnya lebih mengandalkan konfrontasi langsung.
Tantangan Baru bagi Keamanan Regional
Penggunaan drone untuk membawa mortir ringan ini menandai babak baru dalam perang asimetris di kawasan tersebut. Drone kecil yang sulit dideteksi radar konvensional memberikan keuntungan strategis, terutama dalam operasi malam hari atau kondisi medan sulit.
Militer di kawasan Asia Tenggara kini harus menyesuaikan strategi pertahanan mereka dengan menghadapi ancaman baru ini. Penempatan sistem anti-drone, peningkatan intelijen elektronik, dan pelatihan khusus menjadi prioritas dalam menghadapi taktik serangan modern.
Reaksi Pemerintah dan Upaya Perdamaian
Pemerintah Kamboja mengecam keras serangan ini dan menyerukan dialog untuk meredakan ketegangan. Sementara itu, pemerintah Thailand menyatakan akan melakukan investigasi untuk memastikan pihak-pihak yang bertanggung jawab, sekaligus menegaskan komitmen menjaga stabilitas perbatasan.
Organisasi regional dan PBB juga mengimbau kedua negara untuk menghindari konflik militer lebih lanjut dan kembali ke meja perundingan guna menyelesaikan perbedaan secara damai.
Serangan pos dan depo amunisi Kamboja di perbatasan Thailand dengan penggunaan drone bermortir kaliber 60mm menandai perubahan dramatis dalam dinamika keamanan kawasan. Konflik yang dulu lebih tradisional kini menghadapi tantangan baru yang menggabungkan teknologi canggih, menuntut solusi yang adaptif dan diplomasi intensif untuk menjaga perdamaian di wilayah tersebut.