Belakangan ini, kasus kejahatan digital yang memanfaatkan teknologi deepfake semakin marak terjadi di Indonesia. Deepfake, teknologi yang mampu memanipulasi wajah dan suara seseorang secara realistis menggunakan kecerdasan buatan, tidak hanya menjadi alat hiburan semata, tapi juga disalahgunakan untuk berbagai tindak kriminal seperti pemerasan, penyebaran konten palsu, dan pelecehan digital.
Ancaman Nyata dari Teknologi Deepfake
Teknologi deepfake memungkinkan pelaku menciptakan video atau audio palsu yang sangat meyakinkan, seolah-olah dibuat oleh korban asli. Hal ini membuka peluang besar bagi para kriminal untuk melakukan penipuan, fitnah, atau bahkan pemerasan dengan modus mengancam akan menyebarkan konten palsu yang dapat merusak reputasi seseorang.
Tidak hanya figur publik, masyarakat biasa pun kini rentan menjadi korban. Misalnya, video deepfake dengan konten pornografi yang dipakai untuk melecehkan atau memeras korban. Dampaknya sangat serius, baik dari sisi psikologis korban maupun dari sisi sosial dan hukum.
Peran Komdigi dalam Menangani Kejahatan Deepfake
Komisi Digital Indonesia (Komdigi) sebagai salah satu lembaga yang fokus pada pengawasan dan penanganan masalah digital, mengambil langkah tegas untuk menghadapi maraknya kejahatan deepfake. Mereka mengandalkan beberapa payung hukum yang sudah ada, yakni Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-Undang Pornografi.
UU ITE sebagai Landasan Hukum
UU ITE menjadi instrumen utama untuk menjerat pelaku kejahatan digital, termasuk penggunaan teknologi deepfake untuk penyebaran informasi palsu, fitnah, atau penipuan. Pasal-pasal di UU ini mengatur tentang larangan penyebaran konten bohong yang dapat merugikan pihak lain serta ancaman pidana bagi pelakunya.
UU Pornografi untuk Kasus Pelecehan
Sementara itu, UU Pornografi digunakan untuk menangani kasus-kasus deepfake yang berisi konten asusila atau pelecehan seksual digital. Jika pelaku membuat atau menyebarkan video pornografi deepfake yang melibatkan korban tanpa persetujuan, hukumannya bisa semakin berat.
Tantangan Penanganan Kasus Deepfake
Meski sudah ada payung hukum, Komdigi dan aparat penegak hukum menghadapi tantangan dalam membuktikan dan menjerat pelaku deepfake. Hal ini karena teknologi yang dipakai semakin canggih dan sulit dideteksi oleh sistem keamanan biasa.
Oleh sebab itu, pengembangan alat forensik digital yang mampu mendeteksi manipulasi deepfake menjadi prioritas. Selain itu, edukasi masyarakat agar lebih waspada dan cerdas dalam menerima informasi digital juga sangat penting.
Harapan dan Upaya Pencegahan
Komdigi terus berupaya menggandeng berbagai pihak, mulai dari pemerintah, sektor swasta, hingga masyarakat sipil untuk bersama-sama menangani dampak negatif teknologi deepfake. Penegakan hukum yang tegas disertai edukasi dan pengembangan teknologi anti-deepfake menjadi kunci utama dalam mencegah kejahatan digital ini semakin meluas.