SR Uncategorized Kominfo Blokir Enam Grup Facebook Termasuk “Fantasi Sedarah”, Ini Alasannya

Kominfo Blokir Enam Grup Facebook Termasuk “Fantasi Sedarah”, Ini Alasannya

Kominfo Blokir Enam Grup Facebook Termasuk “Fantasi Sedarah”, Ini Alasannya post thumbnail image

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) resmi memblokir enam grup Facebook yang dinilai menyebarkan konten tidak pantas dan melanggar norma kesusilaan. Salah satu grup yang paling mendapat sorotan publik adalah grup bertajuk “Fantasi Sedarah,” yang secara terang-terangan memuat konten berbau pornografi dan inses.

Tindakan tegas ini dilakukan sebagai bagian dari upaya Kominfo membersihkan ruang digital Indonesia dari konten-konten yang membahayakan moral publik, khususnya anak-anak dan remaja yang rentan terhadap pengaruh buruk dunia maya.

Enam Grup Dibekukan, Ratusan Konten Dihapus

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, menyatakan bahwa pemblokiran dilakukan setelah dilakukan investigasi mendalam oleh tim pengawas konten digital. Enam grup Facebook yang diblokir tersebut diketahui secara aktif menyebarkan materi vulgar, cerita fiktif yang menormalisasi kekerasan seksual, hingga fantasi seksual menyimpang.

“Ini bukan soal kebebasan berekspresi. Ini soal melindungi warga, terutama generasi muda, dari konten digital yang merusak,” ujar Semuel dalam konferensi pers, Jumat (17/5).

Kominfo juga telah mengajukan permintaan resmi kepada pihak Meta—perusahaan induk Facebook—untuk menghapus akun-akun admin grup dan mencegah pembentukan grup serupa dengan algoritma yang lebih ketat.

Fantasi Sedarah: Konten Berbahaya Berkedok Fiksi

Grup “Fantasi Sedarah” menjadi sorotan utama karena mengandung konten narasi fiktif yang mengglorifikasi hubungan seksual antar anggota keluarga. Meski dibungkus sebagai “cerita fiksi dewasa”, narasi tersebut dinilai melanggar batas norma hukum dan etika, serta berpotensi mendorong perilaku menyimpang di dunia nyata.

Pakar psikologi forensik, Dr. Rika Pramesti, menegaskan bahwa normalisasi narasi seperti itu dapat menjadi “trigger” bagi individu dengan kecenderungan devian. “Ini bukan sekadar cerita. Bagi sebagian orang, ini bisa menjadi bentuk validasi dan akhirnya mendorong tindakan nyata,” ungkapnya.

Dukung atau Batasi?

Langkah Kominfo memblokir grup-grup tersebut menuai beragam reaksi dari masyarakat. Sebagian besar mendukung, menganggap langkah ini sebagai bagian dari tanggung jawab negara untuk menjaga etika di dunia digital. Namun ada pula sebagian kecil yang menilai langkah ini bisa membatasi kebebasan berpendapat.

Kominfo menanggapi kritik tersebut dengan tegas. “Kebebasan berekspresi bukan berarti bebas menyebarkan konten yang melanggar hukum dan moral publik,” tegas Semuel.

Literasi Digital Jadi Tugas Bersama

Pemblokiran ini menjadi pengingat bahwa literasi digital dan pengawasan konten di media sosial harus menjadi perhatian serius semua pihak—tidak hanya pemerintah, tapi juga masyarakat, platform media sosial, dan institusi pendidikan.

Kominfo juga mengajak masyarakat untuk melaporkan konten negatif melalui layanan aduan resmi di situs aduankonten.id atau melalui email pengaduan. Partisipasi publik dinilai sangat penting untuk menciptakan ekosistem digital yang sehat.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Post