Dalam langkah bersejarah yang mempertegas arah kebijakan modernisasi alutsista nasional, Indonesia resmi menandatangani kesepakatan akuisisi dua unit fregat Istanbul-class dari Turki. Penandatanganan perjanjian ini berlangsung pada akhir Juli 2025 di Ankara, dengan kehadiran pejabat tinggi dari Kementerian Pertahanan RI dan perwakilan perusahaan pertahanan Turki, STM (Savunma Teknolojileri Mühendislik).
Kesepakatan ini menandai babak baru dalam kerja sama pertahanan Indonesia–Turki yang kian erat dalam satu dekade terakhir. Tak hanya sebatas jual beli, kolaborasi ini juga mencakup transfer teknologi, pelatihan awak kapal, dan kemungkinan produksi bersama di galangan kapal Indonesia.
Kenapa Istanbul-Class?
Fregat Istanbul-class (ISTIF) adalah bagian dari proyek nasional Turki MILGEM (Milli Gemi), yang menggabungkan kemampuan serang jarak jauh, pertahanan udara modern, dan sistem peperangan bawah laut dalam satu platform. Dikenal sebagai kapal perang generasi baru, Istanbul-class didesain untuk menghadapi ancaman multidimensi, dari peperangan permukaan, anti-submarine, hingga anti-pesawat.
Kapal sepanjang 113 meter ini memiliki displacement sekitar 3.000 ton, dan dilengkapi sistem senjata mutakhir seperti rudal anti-kapal Harpoon (atau varian domestik Atmaca), rudal pertahanan udara (ESSM), kanon utama 76mm, serta sonar dan radar generasi terbaru. Istanbul-class juga mampu mengoperasikan helikopter kelas menengah, menjadikannya unit yang sangat fleksibel untuk operasi laut lepas.
Langkah Strategis Indonesia di Tengah Dinamika Regional
Langkah Indonesia mengakuisisi fregat ini tidak bisa dilepaskan dari konteks keamanan kawasan. Ketegangan di Laut Cina Selatan, meningkatnya frekuensi pelanggaran ZEE, serta perlombaan senjata di Asia Tenggara mendorong Indonesia untuk memperkuat Armada TNI AL—terutama Komando Armada I dan II yang mengawal jalur strategis Selat Malaka dan Laut Natuna.
Fregat Istanbul-class diproyeksikan akan menjadi pengganti sekaligus pelengkap kapal kelas Van Speijk dan Ahmad Yani yang usianya sudah memasuki masa uzur. Dengan sistem persenjataan dan sensor modern, kapal ini diharapkan mampu memperkuat daya gentar (deterrence effect) sekaligus menambah daya pukul TNI AL dalam menjaga kedaulatan maritim.
Lebih dari Sekadar Akuisisi: Alih Teknologi dan Industri Pertahanan
Salah satu poin krusial dalam kesepakatan ini adalah komitmen transfer teknologi (ToT). Galangan kapal dalam negeri, seperti PT PAL Indonesia, disebut akan terlibat aktif dalam pembangunan bagian-bagian kapal berikut pelatihan teknis untuk teknisi dan insinyur Indonesia.
Analis militer menyebut akuisisi ini sebagai langkah realistis yang tidak hanya mengejar kuantitas, tetapi juga kualitas dan keberlanjutan. “Kalau kita hanya membeli tanpa ToT, itu konsumsi. Tapi kalau ada pelibatan industri dalam negeri, itu investasi strategis,” ujar Dr. Andi Wibowo, pakar pertahanan maritim dari UI.
Jadwal Pengiriman dan Integrasi Operasional
Menurut informasi awal, unit pertama Istanbul-class akan mulai dikirimkan pada awal 2027, dengan unit kedua menyusul setahun kemudian. Proses integrasi sistem senjata dan pelatihan kru sudah dirancang secara paralel. Awak TNI AL dijadwalkan menjalani pelatihan intensif di Turki mulai akhir 2025.
Selain itu, Kementerian Pertahanan juga membuka kemungkinan memperluas kerja sama dengan Turki untuk proyek-proyek alutsista lain, termasuk pesawat tanpa awak dan sistem radar pertahanan udara.
Penutup: Menuju Armada Laut Biru yang Kuat dan Modern
Dengan bergabungnya Istanbul-class ke jajaran armada TNI AL, Indonesia menegaskan kembali komitmennya untuk menjadi kekuatan maritim regional yang modern, tangguh, dan mandiri. Kesepakatan ini tidak hanya soal kapal, tetapi tentang masa depan pertahanan negara dan kemandirian industri dalam negeri.
Dalam konteks geopolitik yang semakin kompleks, inisiatif ini menjadi sinyal tegas bahwa Indonesia siap menjaga kepentingan nasionalnya di laut—bukan dengan kata-kata, tapi dengan kekuatan nyata.