Jakarta, 9 Juni 2025 — Dalam gelaran Indo Defence 2024 yang berlangsung megah di JIExpo Kemayoran, Jakarta, kehadiran delegasi Rusia lewat Rosoboronexport menyita perhatian para pengamat militer dan pertahanan. Perusahaan eksportir senjata milik negara Rusia tersebut secara resmi menawarkan varian ekspor dari jet tempur siluman generasi kelima Sukhoi Su-57, yakni Su-57E (Export), kepada Indonesia.
Langkah ini menjadi sinyal bahwa kerja sama militer antara Indonesia dan Rusia tetap terbuka, meski dunia tengah diwarnai ketegangan geopolitik dan sanksi ekonomi terhadap Moskow.
Jet Tempur Siluman, Tapi untuk Ekspor
Su-57E, dijuluki “Felon” oleh NATO, merupakan versi ekspor dari Su-57 asli yang digunakan oleh Angkatan Udara Rusia. Pesawat ini dirancang untuk mengimbangi jet tempur generasi kelima buatan Barat seperti F-22 Raptor dan F-35 Lightning II, dengan teknologi siluman (stealth), kemampuan supermanuver, serta sistem avionik canggih.
Dalam presentasi tertutup yang dihadiri sejumlah perwakilan TNI AU dan Kementerian Pertahanan RI, Rosoboronexport memaparkan keunggulan Su-57E, termasuk kemampuan multi-peran, radar AESA (Active Electronically Scanned Array), serta teknologi supercruise yang memungkinkan terbang dengan kecepatan supersonik tanpa afterburner.
“Su-57E adalah simbol supremasi udara masa depan. Kami yakin pesawat ini bisa menjadi kekuatan strategis bagi pertahanan udara Indonesia,” kata Viktor Kladov, Direktur Kerja Sama Internasional Rostec, yang turut hadir di paviliun Rusia.
Bersaing di Tengah Banyak Tawaran
Tawaran Su-57E datang di tengah persaingan ketat antar-negara pemasok alutsista ke Indonesia. Amerika Serikat menawarkan F-15EX melalui Boeing, sementara Prancis terus mendorong akuisisi Dassault Rafale—di mana Indonesia telah menandatangani kontrak pembelian awal.
Kehadiran Rosoboronexport kali ini menjadi manuver taktis Rusia untuk tetap relevan di pasar Asia Tenggara, khususnya di Indonesia yang selama ini menjadi salah satu mitra strategis mereka dalam bidang pertahanan, terutama setelah pengadaan jet Sukhoi Su-27/Su-30 pada awal 2000-an.
Namun, kendala bukan tidak ada. Isu sanksi internasional terhadap Rusia menjadi batu sandungan tersendiri. Pemerintah Indonesia harus mempertimbangkan aspek politik dan ekonomi global sebelum membuat keputusan pembelian senjata strategis dari Moskow.
Indonesia Masih “Wait and See”?
Kementerian Pertahanan Indonesia sejauh ini belum memberikan pernyataan resmi terkait tawaran Su-57E. Namun, sumber internal menyebutkan bahwa Indonesia lebih cenderung bersikap “wait and see” terhadap teknologi tempur Rusia generasi terbaru ini, mengingat pertimbangan anggaran, pemeliharaan jangka panjang, serta potensi tekanan dari mitra strategis lain seperti AS dan negara-negara Eropa.
“Indonesia tentu tertarik pada teknologi mutakhir, tapi kami juga harus realistis. Jet tempur bukan hanya soal beli, tapi juga dukungan teknis, logistik, dan jaminan keberlanjutan,” ujar seorang pejabat di lingkungan Kemenhan yang enggan disebutkan namanya.
Meski demikian, kehadiran Su-57E tetap menciptakan buzz tersendiri di kalangan penggemar alutsista dan analis pertahanan. Tak sedikit yang menyebut bahwa Indonesia, sebagai negara kepulauan besar dengan kebutuhan pertahanan udara strategis, semestinya mempertimbangkan memiliki pesawat tempur generasi kelima di masa depan.