Penerbangan awal YFQ‑44A, yang dilaporkan berlangsung pada 31 Oktober 2025, menunjukkan fokus program pada transisi cepat dari desain ke uji terbang: Anduril mengklaim dapat membawa rancangan dari meja gambar ke udara dalam hitungan ratusan hari, sebuah prestasi yang menarik perhatian di kalangan militer dan industri. Uji perdana memperlihatkan fungsi‑fungsi dasar seperti kontrol penerbangan semi‑otomatis, manajemen throttle, dan kemampuan mendarat mandiri — fondasi penting bagi operasi manned‑unmanned teaming di masa depan.
Mengapa YFQ‑44A penting? Konsep loyal wingman pada dasarnya adalah penggandaan mata, amunisi, dan kemampuan manuver tanpa harus menambah pilot manusia. Dalam skenario tempur, kawanan drone seperti YFQ‑44A dapat melakukan pengintaian berisiko tinggi, menunda target musuh, atau menjadi platform senjata yang bersifat “attritable” — lebih murah dan bisa dikorbankan demi keuntungan taktis — sehingga jet berawak dapat fokus pada tugas yang memerlukan intervensi manusia. Anduril dan pesaingnya membayangkan formasi campuran: F‑22 atau F‑35 sebagai pemimpin, sementara kumpulan YFQ menjelajah lebih dalam wilayah musuh.
Secara teknis, YFQ‑44A menggabungkan mesin turbofan berkinerja tinggi dengan airframe yang relatif kecil, avionik modular, dan rangka perangkat lunak otonom yang menjadi otak kolaborasinya. Anduril menekankan arsitektur yang memungkinkan produksi terdesentralisasi dan perakitan cepat — sebuah filosofi desain yang mendukung target pengadaan besar‑besaran bila konsep ini disetujui untuk produksi. Sisi perangkat lunak juga krusial: tingkat otonomi yang dapat dipercaya untuk takeoff, misi terprogram, dan pendaratan otomatis menjadi pembeda antara demonstrator dan sistem yang benar‑benar operasional. anduril.com+1
Program CCA bukan monopoli Anduril. General Atomics, misalnya, mengembangkan YFQ‑42A sebagai pesaing utama, dan Angkatan Udara AS telah memberi penunjukan untuk kedua desain itu sebagai langkah formal menuju era uncrewed fighter jets. Persaingan ini mendorong percepatan uji coba dan iterasi desain — serta menimbulkan debat soal bagaimana integrasi drone ini akan memengaruhi doktrin tempur, hukum perang, dan etika otonomi senjata. The Defense Post+1
Tantangan masih banyak. Sistem otonom harus tahan gangguan elektronik, aman dari manipulasi, dan dapat beroperasi dalam jaringan komando‑kontrol yang kompleks. Selain itu ada pertanyaan logistik: bagaimana mempertahankan armada drone yang besar, memasok suku cadang, dan melatih personel untuk taktik baru manned‑unmanned teaming. Ada pula dinamika geopolitik — proliferasi konsep loyal wingman dapat merombak keseimbangan kekuatan udara jika digunakan secara masif oleh satu pihak.